Rabu, 13 April 2011

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

TUGAS
BAHASA INDONESIA
“EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)”

Disusun oleh:
• Adventia Diah Rosari 22209204
• Daniel Michael 22209085
• Poetrie Aliza Saridane
• Saina Pradesty 21209410
• Shinta Ramadhani 25209831
• Yhana Kusuma Respati
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ”Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan orang tua yang membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.


Jakarta, 16 Maret 2011

Penyusun











Pendahuluan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan yang sebelumnya.
Banyak sekali materi yang dibahas pada EYD contohnya Pemakaiaan Huruf Kapital, Pemakaiaan Huruf Miring, Penggunaan Kata Dasar, Penggunaan Kata Imbuhan, Penggunaan Kata Serapan, Gabungan Kata, Singkatan, Akronim, Angka, Lambang Bilangan,dan Penggunaan Tanda Baca.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) berfungsi untuk memperjelas ejaan yang ada di Indonesia karena banyak kesalahaan yang terjadi sebelum ada EYD. Contoh Ejaan Yang Disempurnakan adalah Tj menjadi C ( Tjutji = Cuci ), dj menjadi j (Djarak = Jarak ), T menjadi Y ( Satang = Sayang ), dan masih banyak lagi Ejaan Yang Disempurnakan.
Materi Ejaan Yang Disempurnakan sulit di mengerti jika kurang dipahami secara jelas, oleh Kelompok kami membuat makalah atau membahas tentang Ejaan Yang Disempurnakan. Selain sulit dimengerti banyak orang yang ridak peduli dengan EYD. Banyak orang yang menggunakan tanda baca tidak sesuai dengan fungsinya.
Semoga materi Ejaan Yang Disempurnakan ini dapat menambah wawasan teman-teman, Dosen untuk menggunakan Ejaan yang sesuai dengan EYD.












Ejaan dan Kaidah Tata Tulis
I.1 Ejaan
Secara umum, orang beranggapan bahwa ejaan berhubungan dengan melisankan. Hal ini terkait dengan makna kata mengeja (kata atau kalimat), yaitu menyebutkan huruf demi huruf pada kata atau kalimat itu. Di dalam bahasa, sebenarnya ejaan berhubungan dengan ragam bahasa tulis.
Berdasarkan etimologi, kata ejaan berasal dari kata dasar “eja” yang berarti melafalkan huruf-huruf atau lambang-lambang bunyi bahasa.
Pengertian ejaan menurut beberapa tokoh :
1. Wirjosoedarmo (1984: 61) berpendapat bahwa ejaan adalah aturan menuliskan bunyi ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.
2. Menurut Arifin (2004: 170) ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Selanjutnya secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.
3. Keraf (1984: 47) berpendapat bahwa ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-larnbang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.
4. Kridalaksana (2008: 54) mengemukakan bahwa ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis menulis yang distandarisasikan.
5. Menurut KBBI (2005: 285) ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi bahasa dengan kaidah dalam bentuk tulisan


I.2 Kaidah Tata Tulis
Kaidah bahasa merupakan aturan pemakaian bahasa agar bahasa itu tetap terpelihara dalam perkembangannya. Dalam berbahasa, kita harus mengikuti kaidah sehingga bahasa kita menjadi terpelihara dengan baik, sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kaidah bahasa merupakan suatu himpunan beberapa patokan umum berdasarkan struktur bahasa.
Kaidah tata tulis terdiri dari :
• Pemakaian huruf
• Penulisan huruf
• Penulisan kata
• Pungtuasi (tanda baca)











Pemakaian Huruf kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Nabi Ibrahim
Pengecualian:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Ampere, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah, Amir Hamzh
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing, keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriyah, bulan Maret, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Perang Candu
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya :
Asia Tenggara, Danau Toba, Terusan Suez, Tanjung Harapan
Pengecualian:
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
menjadi sebuah republik, menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, judul karangan kecuali kata di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Ekonomi Perdata”.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor Ny. nyonya
M.A. master of arts Sdr. saudara
S.E. sarjana ekonomi Prof. Profesor
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Anis.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Surat Saudara sudah saya terima.
Besok Paman akan datang.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.

B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan, surat kabar KOMPAS
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a. Dia tidak membicarakan hal itu.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan!
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah padi ialah Oryza sativa.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Catatan: Dalam tulisan tangan, kata yang dicetak miring diberi garis di bawahnya.







Penulisan Kata

A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya :
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak
Buku itu sangat tebal

B. Kata Imbuhan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya :
bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya :
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya :
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,penghancurleburan.
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dekameter, demoralisasi, dwiwarna, ekawarna, ekstrakurikuler, infrastruktur, mahasiswa, mancanegara, multilateral, Pancasila, reinkarnasi, saptakrida, tritunggal, ultramodern.
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
• non-Indonesia
• pan-Afrikanisme
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

C. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya :
Duta besar,kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum,simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan
Misalnya :
Alat pandang-dengar,anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya :
Acapkali, adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astagfiurllah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
D. Kata Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sasekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsure pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.
• ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
haematite hematite

• c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
construction konstruksi
cubic kubik
classification klasifikasi

• cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accommodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
accumulation akumulasi

• ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
machine mesin

• oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen estrogen
oenology enology
foetus fetus






























Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya :
Muh. Yamin
Sukanto S.A.
M. Sc. master of science
S.E sarjana ekonomi
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya :
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
KTP kartu tanda penduduk
PT perseroan terbatas
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya :
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya :
TNT trinitrotoluene
kg kilogram
Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya :
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya :
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan





















Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya :
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
Rp5.000,00 50 dolar Amerika
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya :
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya :
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya :
dua belas 12
dua puluh dua 22
b. Bilangan pecahan
Misalnya :
setengah ½
seperenam belas 1/16
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya :
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalam kehidupan pada abad ke-20 ini; lihat Bab II, Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut.
Misalnya :
tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perician dan pemaparan.
Misalnya :
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya :
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan :
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya :
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuintansi.
Misalnya :
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan :
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya :
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah)






























Pemakaian Tanda Baca

A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ternyata ayah dan ibu juga lulusan ekonomi.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar yang bukan terakhir dalam deretan angka atau huruf tersebut.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukuk 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Pustaka.
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Gempa yang terjadi kemarin menewaskan 12.543 jiwa.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1987 di Bandung.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Presiden Obama
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Aditya Warman 71 (tanpa titik)
Jakarta Selatan (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur- unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Saya tidak akan datang kalau hari hujan. (tanpa koma)
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk jadi, oleh karena itu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat dalam kalimat.
Misalnya:
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
Wah, bukan main!
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata Anis, “Saya gembira sekali.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamt, (ii) bagian- bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama dan tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Jalan Margonda Raya, Depok.
Surabaya, 10 Mei 1960
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
9. Tanda koma dipakai di anatara bagian- bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W. J. S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
M. Ardski, S.E.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
Rp12,50 12,5 m
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Dosen saya, Pak Sugito, pandai sekali.
Semua mahasiwa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
13. Tanda koma dapat dipakai-untuk menghindari salah baca-di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Atas bantuan Shinta, Yhana mengucapkan terima kasih.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karin.

C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kaliamt majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik menonton televisi.

D. Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan,
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Tempat : Kampus D, Gd 451
Hari : Senin
Waktu : 09.00
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Amir : “Baik Bu.” (mengangkat kompor dan berlari ke luar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suartu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan (daftar pustaka).
Mislanya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9

E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah pergantian baris. Namun suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Kecuali akhiran –i.
Misalnya:
Kini ada cara yang bagus untuk meng-
ukur panas.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a 8-4-1988
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
Ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20*5000)
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengn hurup kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dngan imbuhan / kata, dan (v) nama jabatan rangkap
Misalnya:
se-Indonesia, juara ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, Menteri-Sekretaris Negara
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (-)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya :
Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya ;
Rangkaian temuan ini-evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom-telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’.
Misalnya :
1910-1945
Jakarta-Bandung
G. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya :
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya :
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya :
Kapan ia berangkat ?
Saudara tahu, bukan ?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diasingkan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya :
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya :
Alangkah seramnya peristiwa itu !
Bersihkan kamar itu sekarang juga !

J. Tanda Kurung ((…))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya :
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya :
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya :
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya :
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.


K. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya :
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
3. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya :
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan) di dalam Bab II (lihat halaman 35-38) perlu dibentangkan di sini.

L. Tanda Petik (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya :
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya :
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya :
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya :
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya :
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.

M. Tanda Petik Tunggal (’…’)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya :
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya :
Feed-back ‘balikan’

N. Tanda Garis Miring
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya :
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya :
Dikirimkan lewat darat/laut ‘dikirimkan lewat darat atau lewat laut’
Harganya Rp25,00/lembar ‘harganya Rp25,00 tiap lembar’

O. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ` )
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya :
Ali ` kan kusurati. (`kan = akan)
Malam `lah tiba. (`lah = telah)
Kesimpulan
Dari meteri yang dibahas kita dapat melihat bagaimana cara menulis, melafalkan yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Banyak sekali aturan-aturan dalam EYD yang mungkin semua orang Indonesia tidak tahu seperti Pemakaiaan Huruf Kapital, Pemakaiaan Huruf Miring, Penggunaan Kata Dasar, Penggunaan Kata Imbuhan, Penggunaan Kata Serapan, Gabungan Kata, Singkatan, Akronim, Angka, Lambang Bilangan,dan Penggunaan Tanda Baca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar